Beranda | Artikel
Ya Allah, Umatku, Umatku
Kamis, 18 Maret 2010

Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash radhiyallahu’anhuma, beliau menceritakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ‘azza wa jalla mengenai Ibrahim (yang artinya), “Wahai Rabbku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah banyak menyesatkan manusia, barangsiapa yang mengikutiku maka sesungguhnya dia adalah termasuk golonganku.” (QS. Ibrahim: 36). ‘Isa ‘alaihis salam juga berkata (yang artinya), “Jika Engkau menyiksa mereka, sesungguhnya mereka itu adalah hamba-hamba-Mu, dan apabila Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Ma’idah: 118). Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya seraya berdoa, “Ya Allah, umatku, umatku.” Dan beliaupun menangis. Allah ‘azza wa jalla berkata, “Wahai Jibril, pergi dan temuilah Muhammad -sedangkan Rabbmu tentu lebih mengetahui- lalu tanyakan kepadanya, apa yang membuatmu menangis?”. Maka Jibril ‘alaihis sholatu was salam pun menemui beliau dan bertanya kepadanya, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan kepadanya tentang apa yang telah diucapkannya -dan Dia (Allah) tentu lebih mengetahuinya-. Lantas Allah berkata, “Wahai Jibril, pergi dan temuilah Muhammad, dan katakan kepadanya, ‘Sesungguhnya Kami pasti akan membuatmu ridha berkenaan dengan nasib umatmu, dan Kami tidak akan membuatmu bersedih.’.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [2/344-345])

Hadits yang agung ini mengandung pelajaran berharga, di antaranya:

  1. Keterangan mengenai betapa sempurna rasa kasih sayang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap umatnya dan perhatian beliau yang sangat besar terhadap kemaslahatan umatnya (lihat Syarh Muslim [2/345])

  2. Dianjurkan untuk mengangkat kedua belah tangan ketika berdoa (lihat Syarh Muslim [2/345])

  3. Kabar gembira bagi umat ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah, “Sesungguhnya Kami pasti akan membuatmu ridha berkenaan dengan nasib umatmu, dan Kami tidak akan membuatmu bersedih.’ (lihat Syarh Muslim [2/345])

  4. Keterangan mengenai keagungan posisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi Allah ta’ala dan betapa lembut sikap Allah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat Syarh Muslim [2/345])

  5. Hikmah diutusnya Jibril untuk bertanya kepada Nabi adalah demi menampakkan kemuliaan yang ada pada diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang mana beliau berada di sebuah kedudukan -makhluk- yang tertinggi sehingga layak untuk dimuliakan dengan bentuk memperoleh apa yang bisa membuatnya ridha dari Allah ta’ala (lihat Syarh Muslim [2/345])

  6. Bolehnya menangis, bahkan itu mencerminkan sifat kasih sayang yang ada pada diri seorang hamba. Selama tangisan itu muncul dari ketulusan hati, bukan karena pura-pura.

  7. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa, Allah tidak membutuhkan makhluk-Nya, bahkan para malaikat sekalipun.

  8. Para Nabi ‘alaihimus sholatu was salam adalah orang-orang yang sangat menaruh perhatian terhadap nasib umatnya dan begitu menyayangi mereka, dan bukti terbesar atas hal itu adalah dakwah yang mereka serukan agar manusia kembali ke jalan Allah ta’ala, beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya serta taat kepada utusan-Nya

  9. Semestinya seorang da’i merasa sedih dan prihatin dengan keburukan yang menimpa masyarakatnya dan berusaha untuk mencari jalan keluar bagi permasalahan mereka tersebut.

  10. Penetapan bahwa Allah berbicara

  11. Iman terhadap keberadaan Malaikat, bahwa mereka itu ada dan bukan sekedar kiasan sebuah kekuatan baik yang abstrak/tidak ada wujudnya

  12. Hakekat kepedulian kepada umat adalah kepedulian terhadap agama mereka dan bagaimana nasib mereka kelak di akherat. Maka orang yang paling peduli terhadap nasib umat adalah para da’i tauhid, karena upaya mereka demi ‘menyelamatkan’ orang dari kekalnya siksa neraka…


Artikel asli: http://abumushlih.com/ya-allah-umatku-umatku.html/